1. Enroll in a math class. If it's not already part of
your curriculum, sign up for a math class at a level that's a challenge
based on your current knowledge. The only way to get stronger at
anything is to stretch and work out—and that includes your brain!
2.Pay attention in class. You're not going to get any
better at math if you don't listen or if you don't know what's going on.
Listen and pay attention to what the teacher is saying.
-Even if you pay the strictest attention, there will be times when a
concept just isn't making sense. There are different types of learners,
and you may need to approach a problem in a different way.
-Ask, in class, for clarification of a particular concept. If the
answer doesn't really shed any light on the subject, speak to the
teacher after class. They may have some suggestions, one-on-one, that
they couldn't go into during regular class time.
3.Make sure that you know what the words mean. Math,
beyond simple addition and subtraction, is generally a collection of
separate operations. For example, multiplication also involves addition,
and division also involves subtraction. Before you can grasp a concept
completely, you need to understand the meaning of all the operations
involved. For each word used in a math problem (for example,
"variable,") try this:
-Memorize the definition from the book. "A symbol for a number we don't know yet. It is usually a letter like x or y."
-Practice examples of the concept. For example, "4x - 7 = 5," where x
is the variable, while 4, 7, and 5 are "constants" (another definition
to look up).
4.Pay particular attention to learning the rules.
Properties, formulas, equations, and methods are the tools of math, and
will make math and computation much easier when you understand all the
tools work. Learn to rely on them like a good carpenter would his saw,
tape measure, hammer, etc.
5.Participate in class. If you don't know the answer to a question, ask for clarification. Explain what you do understand, so that the teacher can focus on the parts that are confusing.
-For example, using the variable problem above, say "I understand
that 4 times an unknown variable (x), minus 7, equals 5. What's the
first thing I need to do?" Now the teacher knows how to help bring you
into the discussion. If you had said, "I don't get it," the teacher
might think they need to explain constants and variables first.
-Never be afraid to ask questions. Even Einstein asked questions (and
then answered them)! You're not going to suddenly understand it by
staring at the problem. If you don't want to ask a teacher, ask a nearby
student, or friend.
6.Seek outside help. If you still need help, and the
teacher is unable to explain things in a way you understand, ask them
who they would recommend for more in-depth assistance. Find out if there
is a study hall or tutoring program, or ask if a teacher could give you
extra help before or after class.
-Just as there are different learning styles (auditory, visual,
etc.), there are different teaching styles. If you're a visual learner,
and have the best teacher in the world—for auditory learners—you will
still find it difficult to learn from them. It's not impossible, but
having supplemental help from somebody who teaches the same way you
learn will be a great help.
7.Seek outside help. If you still need help, and the
teacher is unable to explain things in a way you understand, ask them
who they would recommend for more in-depth assistance. Find out if there
is a study hall or tutoring program, or ask if a teacher could give you
extra help before or after class.
-Just as there are different learning styles (auditory, visual,
etc.), there are different teaching styles. If you're a visual learner,
and have the best teacher in the world—for auditory learners—you will
still find it difficult to learn from them. It's not impossible, but
having supplemental help from somebody who teaches the same way you
learn will be a great help.
Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit menjadi manis. Debu beralih emas. Keruh menjadi bening. Sakit menjadi sembuh. Penjara berubah menjadi telaga. Derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. - Jalaluddin Rumi -
Sabtu, 24 November 2012
Rabu, 07 November 2012
FATAMORGANA
Sendiri
ku disitu
Mencari
sesuatu yang fana
Di
tengah padang pasir
Terpaku,
bingung, marah
Karena
dia tak kunjung ada
Secercah harapan datang padaku
Ketika dia ada lalu tersenyum
Tak tau kah dia?
Disini aku merindukannya?
Yang telah lama menghilang
Kudatangi dia
Ingin ku peluk tak akan
ku lepaskan
Ku tak mau dia
menghilang
Kembali
Karena aku sayang dia
Tiba-tiba
semua buram
Ku dihadang
debu yang membawanya
Membawa Ia
pergi
Meninggalkanku
sendiri
Dan takkan
pernah kembali
Akhirnya ku sadar
Dirimu
tak ada
Dan
takkan pernah ada
Itu
semua hanya khayalanku semata
Cinta
fatamorgana
Sabtu, 03 November 2012
Penyalahgunaan Budaya Berbahasa di Kalangan Remaja
Dewasa ini, banyak sekali penggunaan Bahasa
Indonesia yang sering disalahgunakan di kalangan remaja. Seperti contoh,
banyaknya bermunculan Bahasa-bahasa Indonesia yang tidak baku dan sering diplesetkan.
Seperti Bahasa Alay, Bahasa Gaul, Bahasa
prokem (preman), Bahasa G, Bahasa Gay dll. Yang jelas-jelas serapan kata-kata
yang digunakan sangat tidak sesuai dengan kepribadian generasi muda yang diharapkan.
Generasi muda yang cerdas, bijak dan bertanggung jawab. Karena telah disebutkan
pada peribahasa yang berbunyi “Bahasa Menunjukkan Bangsa.” Ungkapan ini sebenarnya
menggambarkan betapa pentingnya bahasa dalam mencerminkan identitas bangsa yang
kuat dan berwibawa. Karena seorang yang berwibawa dapat dilihat dari kaidah bahasa
yang Ia gunakan. Semakin terstrukturnya bahasa yang Ia gunakan maka semakin tinggi
pula kewibawaan orang tersebut. Bahasa
yang seperti itulah yang diharapkan dapat dikuasai oleh para generasi muda zaman
sekarang.
Namun, sekarang kenyataannya berbeda. Kata-kata yang sering mereka
gunakan untuk berinteraksi sering sekali meleset dari kaidah berbahasa
Indonesia yang sesungguhnya. Mereka sering menggunakan kata-kata yang sering mereka
sebut Bahasa alay. Seperti kata-kata alay yang sekarang lagi booming adalah “ciyuss? Mieapahh? Enelan? Cuel?” dan
masih banyak lagi. Kata-kata seperti itu tidak menunjukkan pribadi dan karakter
bangsa yang sesungguhnya. Kata-kata yang malah menjadi bumerang untuk menghancurkan
bangsa kita sendiri.
Kesalahan
dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja
umumnya mengunakan bahasa yang salah atau menyimpang. Dan sedikit sekali orang
yang menggunakan bahasa indonesia yang baku atau benar. Kesalahan ini di
sebabkan oleh beberapa faktor diantaranya lingkungan, budaya (kebiasaan),
pendidikan yang salah, mungkin juga masuknya budaya asing dan
mencampurnya dengan bahasa indonesia agar terihat menjadi mudah bagi yang
menciptakannya. Lingkungan juga sangat mempengaruhi penggunaan bahasa sehari –
hari kita, misalnua lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan bermain,
dan forum – forum lainnya, banyak sekali pengucapan – pengucapan yang salah dan
menjadi kebiasaan di kalangan remaja. Saya pun sebagai anak remaja juga
merasakan bagaimana penggunaan bahasa yang salah ini sudah menjadi kebiasaan di
dalam kehidupan kita sehari – hari. Misalnya dengan mencampurkan Bahasa Inggris
dengan Bahasa Indonesia dan dicampurkan lagi dengan Bahasa Betawi, contoh “gua
lagi OTW nih, kamu dimana ?”. Menurut mereka, bila orang asing saja melakukan
hal ini, berarti hal ini sudah mendunia dan keren jika dilakukan. Bisa dikatakan
ini adalah faktor psikologi. Ada juga karena bahasa campur lebih mudah
diucapkan dan lebih familier. Tidak perlu belajar khusus untuk bisa berbahasa
campur gaul ini. Namun menurut saya faktor psikologilah yang paling
mempengaruhi pencampuran bahasa asing dengan bahasa Indonesia.
Mereka tidak tahu akibat yang
ditimbulkan dalam menggunakan bahasa campuran antara bahasa alay, bahasa gaul,
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris tersebut. Bahasa-bahasa yang seperti itu dapat
menurunkan citra bangsa yang besar dan berwibawa. Dan dapat
menurunkan pandangan bangsa lain terhadap bangsa kita. Karena mereka menganggap
kita tidak bisa melestarikan bahasa ibu kita sendiri. Padahal pada peristiwa sumpah
pemuda telah dituliskan oleh Mr.Moh.Yamin pada ayat yang berbunyi “Kami putra dan
putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan
putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa
persatuan bahasa Indonesia.” Dari beberapa kalimat itu saja sudah dapat diambil
kesimpulan, bahwa para pendahulu berharap kami para pemuda sebagai generasi penerus
untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan kita yakni bahasa Indonesia. Kita tidak
perlu memakai kata-kata serapan yang bukan berasal dari bahasa Indonesia.
Kalangan remaja
juga banyak yang menganggap bahwa berbahasa campuran seperti itu adalah gaul
menurut mereka atau mengikuti zaman. Namun sebenarnya anggapan seperti itu
salah besar. Bukan yang seperti itu yang dinamakan gaul. Justru bahasa campuran
seperti itu bisa dibilang bahasa jadul atau ketinggalan zaman. Mereka salah
mengasumsikan tentang makna gaul yang sebenarnya. Justru gaul yang sebenanya
adalah yang benar dan mengikuti peraturan. Bukan yang berlawanan dan membuat gaya-gaya sendiri.
Namun kembali lagi, itu semua terjadi memang karena faktor psikologi. Mereka
masih belum bisa memilah dan memilih mana yang baik dan yang buruk. Mana yang
pantas dicontoh atau tidak. Mereka hanya mengikuti arus tanpa mau menyeleksi
mana yang baik untuk dicontoh. Dan itu semua juga terjadi karena faktor globalisasi. Kita sekarang memang
sedang berada pada Era Globalisasi. Yang mana arus globalisasi banyak yang masuk ke negara kita dan banyak
mempengaruhi warga negara sekitar. Sebenarnya tidak semua budaya barat yang
masuk ke Indonesia itu buruk. Ada juga yang baik. Namun, mereka sebagai seorang
remaja masih belum bisa mengartikan antara baik dan buruk. Mereka masih butuh
bimbingan, arahan dan motivasi dari lingkungan sekitar. Dan budaya globalisasi
seperti itu cepat sekali mempengaruhi kaum remaja lewat teman sekitarnya. Jadi
faktor lingkungan disini juga mendukung adanya kebudayaan barat yang masuk ke
Indonesia yang mengakibatkan timbulnya bahasa-bahasa campuran seperti itu.
Sebenarnya,
pengaruh yang ditimbulkan dari bahasa campuran seperti itu memang tidak begitu
membahayakan bagi kalangan remaja. Namun, lama-kelamaan jika bahasa-bahasa
campuran seperti itu telah mendarah daging menjadi suatu kebiasaan (habit), akan menghapus budaya berbahasa
Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja. Dan jika hal seperti itu
memang betul-betul terjadi, pembentukan generasi muda yang cerdas, bijak, dan
bertanggung jawab tidak akan terwujud. Karena akan susah sekali mewujudkan
generasi muda yang berbudi pekerti luhur jika para generasi mudanya saja tidak
mengenal bahasa mereka sendiri. Yaitu Bahasa Indonesia. Mengobrol dengan orang
tua saja mereka menggunakan kata LO GUE. Bukan kata yang sepantasnya diucapkan
kepada orang tua. Jika ini semua diteruskan, akan terjadi kesalah pahaman
antara remaja dan budaya yang akan dilestarikan. Dan ini tidak bisa dibiarkan.
Atau harus dihentikan sekarang juga.
Bangsa
yang cerdas juga dapat dilihat dari tutur kata dan pilihan serapan kata-kata
yang digunakan generasi muda untuk berinteraksi dengan sesamanya. Karena penggunaan
bahasa yang baik dan benar saat ini sangatlah diperlukan. Untuk mencari pekerjaan
saja di berbagai perusahaan selalu dinilai dari tutur katanya. Baik atau tidak,
layak atau tidak, dan sopan atau tidak. Bahasa Indonesia yang baik dan benar juga
dapat menjadi jembatan bagi kita untuk menjadi Bangsa yang besar.
Sebenarnya
banyak sekali kegunaan dari kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Satu,
kita bisa ikut melestarikan kebudayaan berbahasa Indonesia. Dua, menguntungkan
kita dalam menjalani KBM di kelas, karena kemampuan berbahasa kita yang bagus dan
sopan, guru akan kagum pada kita dan memberi nilai lebih pada kita secara
otomatis. Tiga, kemampuan berbahasa yang baik dan benar dapat menambah nilai
plus kita terhadap pandangan seseorang. Empat, dengan banyaknya kosakata Bahasa
Indonesia yang kita dapat, kita dapat berkreasi dengan bebas dengan dunia kita
sendiri. Seperti dunia puisi, dunia cerpen dll.
Budaya
bahasa campuran yang seperti itu harus segera dihentikan dengan, memberi
kembali bimbingan, arahan, dan motivasi yang kurang kepada generasi muda. Kita
harus tekankan dan yakinkan kepada generasi muda bahwa mereka sebagai penerus
harus kembali melestarikan budaya berbahasa yang sempat luntur di kalangan
remaja. Dan memberi sebuah penghargaan kepada generasi muda yang mampu
melestarikan budaya berbahasanya. Agar mereka tetap bersemangat dalam berbahasa
Indonesia. Jadi disini, kita sebagai generasi muda dan juga generasi penerus
sama-sama berusaha untuk mengembalikan kembali budaya berbahasa yang baik di
semua kalangan. Terutama kalangan remaja.
Langganan:
Postingan (Atom)