Awalnya kukira
dia adalah seorang yang angkuh, sombong dan apalah. Yang jelas kesan pertama
kali aku bertemu dia di bangku kelas 8 aku sudah nggak suka sama dia. Dan
setelah ku tau, dia duduk di bangku depanku aku sudah mulai merasa nggak ngeh
sama dia. Dia duduk sama pipin sahabatnya. Orang yang sudah aku kenal baik
sejak kelas 7 di Lin. Di situlah aku mulai membeda-bedakannya dengan pipin
orang yang sangat baik dan ramah. Beda sama dia yang pada saat itu hanya diam,
diam dan diam tanpa ada seulas senyum yang tersungging dari bibirnya. Memang
sih, dia cantik dan pintar. Tapi entah kenapa kesan pertama aku sudah nggak
suka sama dia.
Tapi aku tak menjauhi dia. Aku
mencoba untuk mendekati dia karena aku memang penasaran sama sifatnya. Karena
aku yakin dibalik sifat awalnya yang seperti itu, pasti tersimpan sifat yang
asyik untuk diajak berteman. Usahaku berhasil. Setelah beberapa bulan kita
sekelas, aku dan dia sudah mulai ngobrol tentang beberapa hal. Awalnya aku
hanya meminjam sebuah stippo lalu
berlanjut dengan aku tanya nama FB-nya dan aku jadikan dia sebagai saudara
perempuanku di aplikasi FB-ku. Dan akhirnya kita bisa ngobrol sampai ke banyak
hal.
Setelah kelas kita dipindah di kelas
atas, disitulah awal dari kebersamaan kita. Aku sudah tidak duduk dengan vitta
temanku kelas 7 dulu. Aku duduk dengan jean, maya dan tyan yang terakhir. Aku
memang tidak pernah cocok duduk sama teman selain teman SD-ku. Biasanya jika
ada tugas kelompok, aku selalu berkelompok dengan sherly dan putri. Tapi karena
ada sedikit konflik diantara kami bertiga, akhirnya aku berkelompok dengan dia,
pipin dan tyan. Kami selalu berempat. Kemana-mana kami selalu berempat. Tapi
kebersamaan kami tak sekompak saat di kelas 9.
Semester II telah kujalani dan akan berakhir.
Sebentar lagi aku akan naik ke kelas 9, tapi aku sedih karena tidak bisa duduk
di belakang dia dan pipin lagi. Tapi meskipun begitu, kita tetap kompak dan
selalu bersama-sama. Pangkalan kami saat istirahat selalu di teras depan kelas
kami, kelas 9a. Tapi kami tidak hanya berempat lagi. Kita sekarang bertujuh.
Dengan muti, jean dan achis. Di situlah kami bermain-main dan bersenda gurau.
Dan karena tempat itulah aku menemukan seseorang yang kucinta.
Dia adalah orang kedua yang kuberi
tau aku mencintai seseorang setelah tyan. Di Lab. Bio waktu itu aku curhat ke
dia tentang seseorang yang kucinta. Awalnya aku hanya tanya tentang sesuatu
yang berkaitan tentang rasta, orang yang aku cinta. Tapi sepertinya dia sudah
mengerti kemana arah pembicaraanku setelah ini. Jadi dia bisa menebak dengan
mudahnya jika aku mencintai rasta.
Kelas 9 adalah akhir dari sebuah
perjuangan untuk mencapai sebuah kelulusan. Di sekolahku, ada tradisi pentas
seni untuk kelas 9. Sebenarnya sih, kami sangat antusias mempersiapkan ujian
praktek seni budaya dan bahasa jawa ini. Namun, mengingat sulitnya persiapan
dan pengolahan dana yang dibutuhkan. Karena dana yang dibutuhkan sangat besar,
kelasku membutuhkan seorang ketua yang mampu mengayomi dan mengoordinir
anggotanya. Dan pada saat kelas 9a mengadakan buka bersama di rumah firda,
sekaligus membicarakan tentang pensi dan memilih pengurusnya. Dia terpilih
menjadi ketua karena memang kemampuannya dalam memimpin tak dipertanyakan lagi.
Dan memang semua anak kelas 9a saat itu sayang semua sama dia. Termasuk aku.
Karena kejujurannya, kebaikannya dan kepolosannya. Selain itu dia juga memiliki
bentuk fisik yang sangat sempurna.
Pernah aku bertanya-tanya, kenapa
ada makhluk Tuhan yang sesempurna dia. Sudah cantik, perangainya juga baik,
anak orang kaya, pintar pula, dan banyak juga yang menyayanginya. Di sini pula
lah aku kembali penasaran dengan dia. Aku amati dia baik-baik untuk melihat
kekurangannya. Tapi berkali-kali mencoba aku selalu gagal. Dan akhirnya aku
hampir menyerah meneliti sifat buruknya itu.
Namun tanpa sengaja, karena
seringnya kita bertemu untuk latian pensi, aku menemukan sifat yang aku tidak
suka dari dia. Dia agak keras kepala untuk mempertahankan argumennya. Walaupun
itu salah apa benar. Dia tetap menganggap argumennya itu benar sebelum orang
yang menyalahkan argumennya itu menjelaskan secara detail bahwa argumennya itu
salah. Dia memang orang yang kritis, tapi karena terlalu kritis jadi kesannya
agak egois. Tapi aku tidak membencinya. Aku malah tambah senang berteman dengan
dia karena aku dapat membaca segala wataknya. Next, dia itu pelupa. Dia selalu lupa akan PR-nya, barangnya,
mungkin sebentar lagi dia lupa hidungnya ada dimana. Satu lagi, dia juga agak
plinplan setelah aku teliti. Kemarin dia bilang A besoknya bilang B. Jadi aku
bingung mesti nurut yang mana. Tapi tak apalah. Itu hanya sebagian kecil dari
sifat buruknya. Lainnya itu dia baik.
Dan agaknya, kesan pertamaku tentang
dia yang pendiam sepertinya harus dihapus. Karena dia sudah agak gila. Karena
terkontaminasi oleh anak-anak 9a. Dia selalu menar-nari nggak jelas. Dandan
nggak jelas. Ketawa-ketawa nggak jelas. Sampai anak-anak ingin membawanya ke
Menur. Tapi kesimpulannya dia itu gokil.
Dan satu lagi yang aku suka dari
dia. Dia sabar buat mengajari aku yang memang lemot sama matematika dan fisika.
Dengan sabar dia menjelaskan tentang ilmu hitung itu kepadaku meskipun dia
harus mati overdosis karena mulutnya
berbusa. Dan dia juga sabar mengajariku bermain keyboard dengan tangan dua jika aku main di rumahnya.
Yang aku herankan lagi, kenapa
setiap aku main dirumahnya, seperti ada magnet yang tak menghendakiku untuk
pulang ke rumah. Aku betah berlama-lama di rumahnya. Karena disana aku bisa
berekspresi sesuai kemaunku. Aku bisa bermain keyboard dan gitar sepuasku. Dia juga nggak pernah protes jika aku
acak-acak kasur dan kamarnya.
Next,
selain pipin dan ratih sahabatku, dia adalah orang yang selalu
menyemangatiku ketika aku sedih dan terpuruk karena cinta. Dia pernah bilang
padaku, “mungkin salwa memang cinta pertamanya rasta, tapi sella yang bakalan
jadi cinta terakhirnya.” Sungguh, aku hampir menangis mendengar kalimat itu.
Karena kalimat itu, aku jadi bersemangat lagi untuk mencintai rasta. Walaupun
aku nggak yakin jika aku yang bakalan jadi cinta terakhrinya.
Dia juga lah yang mengingatkanku
jika aku sudah mulai malas dan ogah-ogahan buat belajar. Atau jika aku tertidur
di kelas ketika pelajaran, dia membangunkanku secara perlahan agar aku tidak
tertinggal dengan pelajaran. Sungguh, dia sudah seperti kakak bagiku. Aku
turuti semua petuah dan nasehatnya. Termasuk nasehatnya agar tidak menyontek.
Aku mencoba menurutinya perlahan-lahan walaupun kadang hampir tidak berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thank you for your visiting :D