Suara gemuruh
hujan dan petir lengkap menemani kepiluan hati Fandy saat ini. Di ruang tengah
tempat berkumpulnya sebuah keluarga Fandy duduk tertunduk dengan wajah pasrah
dan sayu. Ia hanya mampu berkata ‘ya’ dalam sebuah rapat tak tertulis ini.
Walaupun sebenarnya hatinya menyangkal tuk berkata ‘ya’. Fandy memang seorang
yang kalem dan penurut. Namun dibalik hati indahnya terselubung sifat
pemberontak yang ia tidak tau cara mengungkapkannya.
“Setelah lulus SMP, kamu dan adik
kamu ayah sekolahkan ke Tangerang. Dan kita sama-sama akan tinggal di sana . Karena pekerjaan
ayah yang menuntut kita pindah ke sana .
Untuk itu siapkan dari sekarang nilai kalian. Karena pasti akan sulit mencari
sekolah yang bagus jika nilai kalian buruk.” Ujar ayah.
“Lalu siapa yang menjaga rumah ini,
ayah?” Tanya Fandy.
“Rumah ini akan ditempati sama om
dan tante kamu. Mereka yang akan menjaga rumah ini selama kita pergi. Tenang
saja Fandy. Setelah pekerjaan ayah selesai, kita pasti akan langsung kembali ke
sini. Lagian Tangerang kan
masih termasuk wilayah Pulau Jawa. Jadi kita bisa sesekali ke sini menengok
kabar saudara di Jember.” Jawab ibu dengan lembut.
“Fandy bisa tidak sekolah di sini
saja? Fandy tinggal dengan om dan tante saja.”
“Tidak!!! Siapa yang mau menjaga
kamu disini? Om dan tante kamu itu orang
sibuk. Nggak ada yang ngawasin kamu di sini.” Sontak badan Fandy tersentak
mendengar penuturan ayahnya yang jelas tidak bisa diganggu gugat. Fandy pun
semakin tertunduk dan tanpa sadar menetes lah bulir-bulir air mata dari pelupuk
matanya. “Iya ayah.” Lagi-lagi Ia harus berkata ‘ya’ untuk sebuah keputusan
yang sangat bertentangan dengan isi hatinya.
*****
Jam telah menunjukkan pukul 23.00
WIB. Tapi tetap saja kedua mata Fandy tak mau menutup. Ia masih gelisah
memikirkan penuturan ayahnya tadi sore. Sebenarnya hanya satu nama yang telah
membuatnya ragu untuk ikut pindah ke Tangerang. Satu nama spesial yang cukup
lama bernaung di hatinya. Nadia Jihan Rahmawati. Seseorang yang berhasil
menyihir perasaan seorang Fandy Rasfian.
“Aku harus segera mengutarakan
perasaanku. Aku nggak mau menyesal nantinya.” Gumam Fandy. Lalu dengan sigap ia
mengambil ponsel-nya dan dengan lincah ia menekan huruf-huruf yang tertera di ponsel-nya.
Nad, plg skul q tgg d dpn kls 9a
Q mw ngmg sesuatu
Beberapa saat
kemudian muncullah balasan yang ia tunggu.
Mw ngmg ap?
Iy sdh
Balasan yang
singkat dan jelas ini mampu membuat Fandy kembali tenang dan ingin cepat-cepat
menyegerakan tidurnya.
*****
Pagi yang indah ini membangunkan
niat Fandy untuk segera berangkat ke sekolah. Ia ingin segera mengutarakan
perasaanya dan bisa pergi dari kota
Jember dengan tenang. Sabtu ini memang tidak ada pelajaran di sekolahnya. Hari
sabtu selalu diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan
bakat siswa. Dan hari sabtu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh semua
siswa SMPN3Jember. Karena pada hari ini mereka bisa bebas berekspresi tanpa
harus terbebani oleh pelajaran.
Tapi tetap saja, sabtu ini adalah
hari yang paling menegangkan bagi fandy. Karena di hari ini ia harus siap
menerima segala jawaban sekaligus resikonya jika ia jujur tentang perasaannya.
Bel pulang telah berbunyi tiga kali.
Murid-murid banyak yang berhamburan ke luar pintu sekolah sehingga
mengakibatkan kesesakan yang parah. Di depan pintu kamar mandi pria, fandy
masih berdiri dengan gelisah. Dengan ditemani sahabat setianya Lesmana.
“Sudahlah nggak usah ragu-ragu kalau
mau mengutarakan perasaan itu. Cepat samperin dan katakan apa sebenarnya
perasaanmu. Kalau begini terus kapan dia mau tau. Yang ada malah penyesalan
nantinya.” Bulir-bulir keringat masih berjatuhan dari kepala fandy. Badannya
pun masih mengeluarkan keringat dingin. Wajahnya merah tampak menunjukkan
ekspresi gugup dan tangannya gemetar. Sungguh tak biasanya ia seperti ini.
Semasa masih menjalin hubungan dengan mantan-mantan pacarnya ia tak pernah
segugup ini. Hanya nadia lah yang dapat membuat fandy berubah bentuk seperti
ini.
Dengan sedikit paksaan dari
sahabatnya, fandy memberanikan diri menuju ke depan kelas 9a. Disana telah
duduk seorang cewek berjilbab yang tengah membaca buku. Dengan ragu fandy duduk
di sebelahnya walaupun agak sedikit jauh.
“Hai!” Dengan sekuat tenaga fandy
memberanikan diri untuk menyapa.
“Hei, sudah lama?” Jawab nadia
sambil tersenyum.
“Seharusnya aku yang tanya ke kamu,
sudah lama nungguin aku?”
“Enggak kok. Baru sepuluh menit.”
Mendengar jawaban nadia, fandy tersenyum dan suasana pun kembali hening. nadia
dan fandy tampak berkemelut dengan pikirannya masing-masing. Walaupun nadia
membaca buku namun hatinya masih bertanya-tanya kenapa fandy mengajaknya
bicara. Dan apa sebenarnya yang akan dibicarakannya.
Fandy pun begitu. Sambil memainkan
jari tangannya, ia masih bingung harus memulai dari mana. Pikirannya seolah tidak
sejalan dengan hatinya. Ia pun mencoba menenangkan dirinya sambil mempersiapkan
dari mana ia harus bicara. Belum lagi usahanya membuahkan hasil, ponsel-nya
berdering. Tanda SMS masuk.
Cepetan bro!
Km gmw kan mangsamu lepas
cm gra2 gmw mati bosan
nungguin km bk suara?
Ayo semangat!
Km pasti bsa!
“Nadia, aku mau ngomong sesuatu.” Akhirnya fandy
buka suara.
“Iya?”
“Aku… aku… aku… “ Bulir-bulir
keringat kembali berjatuhan di pipinya. Nadia masih menunggu dengan antusias.
“Aku… aku cinta…..eh, aku mau pindah
ke Tangerang.” Lanjut fandy.
“Kapan?” Tanya nadia.
“Setelah lulus SMP ini. Aku
sekeluarga mau pindah ke Tangerang. Karena pekerjaan ayahku yang menuntut kami
harus pindah. Tapi mungkin tidak lama. Setelah pekerjaan ayahku selesai, aku
akan kembali ke jember.” Sontak tubuh nadia kaku dan lemas. Seperti ada ribuan
beton yang tengah menindih hatinya. Dadanya sesak dan tak mampu berkata
apa-apa. Ia tidak ingin berpisah dengan fandy karena satu alasan yang tidak
dapat ia ungkapkan. Ia mencintai fandy. Sangat mencintainya. Dan tidak ingin
jauh ataupun berpisah dengannya. Tapi ia tidak mampu mengutarakannya karena
status gender-nya yang sebagai cewek
dan ia tidak mungkin memulai.
“Oh,” Hanya kata itulah yang mampu
keluar dari bibir manis itu.
Fandy agak kecewa karena tak mampu
berbicara yang sesungguhnya. Begitu pula lesmana sahabatnya. Ia memantau dari
jauh dan nampak kecewa akan hasil yang dilihatnya.
“Nggak ada yang perlu dibicarakan
lagi fan? Kalau hanya itu aku mau pulang.”
Nadia agak kikuk berada disamping fandy. Dan ia ingin cepat pulang untuk
menenangkan pikirannya. Dan bodohnya fandy malah mengijinkan nadia pulang. Nadia
pun membereskan bukunya dan pergi dengan hati bimbang.
“Nadia…” baru selangkah berjalan, fandy
memanggilnya kembali.
“Iya?”
“Masih ada yang ingin aku
bicarakan.” Nadia pun berbalik dan kembali duduk di samping fandy. Dengan
sekuat tenaga fandy memberanikan diri menatap mata indah nadia tepat di manik
matanya. Tak ayal lagi bulir keringat pun berjatuhan di pipinya. Dan raut wajah
fandy berubah warna menjadi merah. Namun ia tidak mau menunggu lagi. Ia ingin
segera bebannya teratasi.
“Aku… c…cc….c…iii….nta, aku
s….ss….uu…ka, a..ku… sa….yyy…aa..nngg kka..mmu, nad.”
“Apa, fan? Kamu kenapa sih? kok
ngomongnya tiba-tiba gagap?”
“Aku…aku….aku…aku cinta kamu nad.
Aku suka kamu nad. Aku sayang kamu nad. Dari dulu waktu kamu datang ke
kehidupan aku. Kamu yang memotivasi aku. Kamu yang membuat aku semangat nad.
Aku sayang kamu nad. Lebih dari sayang, lebih dari cinta, lebih dari suka.”
Mendengar pengakuan fandy yang tulus, nadia menangis. Ia tidak tahu perasaan
apa yang sekarang ada di hatinya. Yang jelas perasaan senang, sedih, dan haru bercampur
jadi satu. Melihat perubahan reaksi nadia, fandy jadi semakin merasa bersalah.
Ia takut ucapannya telah mengusik bagian yang paling sensitif dari nadia. Dan
ia paling tidak bisa melihat orang yang dicintainya menangis.
“Nadia jangan menangis. Aduh, aku
minta maaf nad jika aku telah menyinggung perasaanmu. Maafkan aku ya? Tolong
jangan menangis. Aku paling tidak bisa melihatmu menangis. Aku minta maaf
karena telah blak-blakan mengutarakan perasaanku. Anggap saja ucapanku yang
tadi nggak pernah ada nad.”
“Kamu nggak salah fandy. Aku
menangis karena kita nggak bisa bersama lagi. Kita terpaut oleh jarak yang
sangat jauh. Sebenarnya aku juga sayang sama kamu. Lebih dari sayang, lebih
dari cinta, lebih dari suka. Dari dulu fandy aku simpan perasaan ini.“
mendengar jawaban nadia, fandy tersenyum bahagia.
“Kita bisa pacaran jarak jauh kan nadia. Kita bisa
berhubungan lewat ponsel dan facebook.”
“Tetap saja nggak bisa. Aku tidak
diperbolehkan pacaran sekarang. Aku juga harus serius sama belajarku dulu.
Tunggu aku empat tahun lagi fandy.”
Sontak tubuh fandy kaku tak berdaya.
Seolah ada ribuan tampar yang tengah mengikat tubuhnya. Perasaannya juga campur
aduk. Antara bahagia dan sedih. Namun lagi-lagi ia harus pasrah dan harus
berkata ‘ya’ pada sebuah keputusan yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Tidak apalah. Yang penting beban ini sudah berkurang.
Dan aku sudah tau perasaan nadia yang sebenarnya. Setidaknya itu bisa
menenangkanku. Batin fandy.
“Jika kita ditakdirkan bersama, kita
pasti akan bertemu lagi. Walaupun banyak rintangan yang berusaha menghalangi
kita. Jangan pernah ragu akan kebesaran Tuhan. Aku pulang dulu ya?” nadia
meninggalkan tempat dengan perasaan bahagia bercampur haru. Fandy masih
termangu mencoba mencerna kejadian yang ia alami saat ini.
*****
Hari ini adalah hari pengumuman
kelulusan yang sangat ditunggu-tunggu oleh siswa. Ada yang bahagia karena yakin akan lulus. Ada yang takut karena tak
yakin akan lulus. Dan ada yang pingsan karena tak kuat melihat hasil yang akan
diperolehnya. Tapi yang jelas hari ini adalah hari yang paling tidak fandy
tunggu. Karena hari ini tepatnya nanti sore ia akan pergi meninggalkan jember.
Untuk memulai hidup baru di Tangerang. Fandy sudah tidak memikirkan hasil yang
ia terima nantinya. Ia hanya ingin tidak cepat-cepat berpisah dengan nadia.
Di sudut lain, nadia pun sama
seperti fandy. Tampak gelisah bukan karena hasil UAN. Melainkan gelisah karena
takut berpisah dengan fandy. Nadia tau hari ini adalah hari ia harus berpisah
dengan fandy. Pilu rasanya jika ia mengingat masa-masa indah dengan fandy.
Masa-masa ia tertawa bersama, masa saat fandy menghiburnya di kala ia sedih.
Sungguh ia rindu masa-masa itu. Dan jika nadia diberi satu permintaan sekarang,
ia akan meminta untuk membalikkan waktu yang ada. Ia ingin kembali pada
masa-masa dulu.
Di depan kelas 9a, nadia dan fandy
tampak bersama dalam suasana hening. Mereka ingin mengucapkan salam perpisahan.
“Selamat ya dengan kehidupan barumu
di Tangerang? Semoga bisa cepat menemukan pasangan.”
“Selamat juga dengan kehidupanmu di
sini. Semoga empat tahun lagi perasaanmu masih tetap sama seperti sekarang. Aku
tidak akan mencari penggantimu nadia. Aku sudah yakin untuk mencintaimu. Jadi
jangan pernah berpikir aku akan bersama orang lain disana. Pasanganku ada
disini bukan disana.” Mendengar pengakuan fandy yang tulus, nadia tercekat. Ia
tidak menyangka fandy akan begitu cinta padanya. Nadia pun hanya tersenyum
menanggapinya.
*****
Tujuh
tahun kemudian
Hari ini di kusuma convention hall jakarta
diadakan perkumpulan rapat para dokter se-indonesia. Atau istilahnya rapat
IDI (Ikatan Dokter Indonesia ).
Nadia datang sebagai penghibur pada acara tersebut. Ia memainkan alat musik
biola untuk menghibur para dokter pada acara rapat IDI ini. Baru sebulan
kemarin nadia telah diwisuda dari fakultas kedokteran UNAIR Surabaya dan resmi menjadi dokter muda sekarang.
Dengan apik dan sempurna nadia memainkan
biola kesayangannya. Ia membawakan lagu One more time yang menjadi soundtrack film 5 cm / sekon. Dengan
penuh penghayatan ia memainkannya sehingga terdengar sangat indah. Para penonton terpukau oleh penampilannya. Begitu pula
dokter pria muda yang duduk di bangku pojok belakang. Ia begitu terpesona
melihat penampilan nadia.
Suara riuh tepuk tangan memenuhi
seluruh gedung ini. Nadia berhasil menyihir para penonton yang notabene adalah
para dokter senior yang telah berpengalaman. Ini kali pertamanya ia mengikuti
rapat IDI. Sehingga nadia agak gugup untuk menampilkan permainan biolanya.
Tepat pukul 16.00 WIB rapat IDI
selesai. Selama 7 jam rapat IDI berlangsung membuat nadia lelah dan gerah. Ia
ingin segera pulang dan cepat-cepat membasahi tubuhnya. Di depan pintu utama hall nadia disalami oleh para dokter
yang terpukau dengan penampilannya tadi.
“Dokter, selamat ya. Sungguh saya
terpukau dengan penampilan anda tadi. Penampilan anda sangat bagus. Anda juga
sangat menghayati. Apa lagu itu mempunyai arti yang dalam bagi dokter?” nadia
hanya tersenyum malu-malu menanggapinya. Karena memang benar. Lagu yang ia
nyanyikan mempunyai arti yang dalam baginya. Lagu itu mengingatkannya pada
seseorang yang sangat ingin ia temui dari dulu.
“Selamat ya dokter nadia. Ternyata
kamu masih sama seperti dulu. Kamu masih sangat mempesona.” Nadia tercengang
melihat orang yang menyalaminya. Orang itu adalah orang yang telah lama ia
tunggu. Ia juga sama memakai jas putih yang didalamnya memakai hem panjang
bergaris warna biru. Dan rambutnya masih sama seperti dulu. Masih licin dan
rapi. Walaupun terkesan awut-awutan. Wajahnya mencerminkan wajah seorang yang
berpikir. Ia sangat tampan. Matanya sangat indah walaupun memakai kacamata.
Orang itu adalah Fandy Rasfian. Cinta pertamanya pada saat SMP.
“Kenapa bengong? Kaget ya ngelihat
aku? Ikut aku yuk.” Fandy menggandeng tangan nadia dan mengajaknya ke suatu
tempat.
“Kamu kok bisa disini fan?”
“Pertanyaanmu aneh deh. Aku disini
ya karena aku seorang dokter. Kalau bukan dokter aku nggak akan disini kan . Lagian Biasanya
orang yang udah lama nggak ketemu itu pasti akan tanya kabar.” Nadia terkesiap
mendengar komentar fandy. Sungguh ia sangat gugup tadi sehingga tidak tau akan bicara apa.
“Oh ya apa kabar?”
“Kabar aku ya seperti sekarang ini.
Apalagi setelah ketemu sama kamu. Kabar aku jadi tambah baik. Gimana? Udah
bersuami?” Tanya fandy langsung. Sehingga membuat jantung nadia berdetak lebih
cepat.
“Belum.”
“Kalau calon suami?”
“Belum juga. Belum ada yang cocok.
Kalau kamu sudah punya istri?” Cukup lama fandy berpikir. Raut wajah yang tadi
tenang kini menjadi tegang. Tapi tak seperti dulu. Tak terlihat buliran
keringat mengalir dipipinya. Hanya raut wajahnya yang menyimpulkan sarat
bingung.
“Untuk istri, aku belum menikah.
Tapi kalau calon aku sudah punya.” Jantung nadia berdetak makin cepat. Perasaan
hancur semasa SMP dulu kembali terjadi hari ini. Namun sekarang seolah terasa
ratusan ribu beton menindih hatinya. Dan sejuta tampar mengikat tubuhnya. Ia
tak mampu bicara. Ia ingin menangis, tapi tak bisa.
“Siapa?”
“Seorang dokter muda.”
“Oh. Selamat ya? Semoga kalian
bahagia. Dan langgeng. Kalau begitu aku pergi dulu.” Dengan langkah gontai nadia
pergi meninggalkan taman hall. Namun fandy
berhasil mencegatnya.
“Nadia…..”
“…. Untuk kedua kalinya, bolehkah
aku menitipkan hatiku ini padamu? Maukah kau menjadi pendamping hidupku?” nadia
terkesiap. Ia tidak mampu berkata-kata. Ia mengira fandy hanya bercanda. Tapi
tampaknya tak mungkin. Melihat raut wajah fandy yang sangat serius.
“Kamulah calon pendamping hidupku nadia.”
Fandy tersenyum tulus.
“Kamu mengerjaiku ya? Kamu bilang
kamu sudah punya pendamping. Sialan!” nadia menimpuk fandy dengan tas prada ungu-nya. Fandy pun berusaha
menghindar. Tak ayal lagi, adegan kejar-kejaran pun tak terelakkan. Mereka
berdua sampai menjadi tontonan banyak para dokter.
JJselesaiJJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thank you for your visiting :D