Halaman

Jumat, 26 Oktober 2012

Annisa Pinastika (Pipin)


Masih terekam dengan jelas awal pertemuanku dengan dia. Di dalam angkutan umum berwarna kuning yang berlambang huruf D. Yang artinya jurusan kampus. Aku dan dia memang sering naik kendaraan ini jika waktu pulang telah tiba. Dan memang rumah kita searah. Hanya saja rumahku lebih jauh daripada rumahnya.
            Saat itu, aku dan gita temanku se-Lin sudah duduk di kursi penumpang dengan tenang sambil melepas kelelahan. Lalu, setelah itu naiklah dynda dan nandia dan akhirnya disusul olehnya. Di dalam Lin, aku dan dia berkenalan. Awalnya, dia dulu yang tanya namaku, gita, dynda dan nandia. Dia yang pertama kali mengajak ngobrol kita berempat. Hingga aku yang awalnya tidak akrab dengan dynda dan nandia bisa menjadi akrab karena dia.
            Kesan pertama, aku senang berkenalan dengannya. Terlihat jelas olehku dia adalah orang yang sederhana, apa adanya, tidak angkuh, dan tentunya ramah dan baik. Aku sampai berandai-andai agar aku bisa sekelas dengannya. Hingga impian itu terwujud ketika aku naik ke kelas 8. Kita dipersatukan oleh guru BK di kelas 8f. Tapi di awal semester aku dan dia masih belum begitu akrab dan dekat. Kita ngobrol juga hanya sebatas ngobrol tentang pelajaran atau apalah.
            Semester II kelas 8 aku, ucha, dia dan tyan sudah mulai dekat bagaikan sahabat. Karena kita sering satu kelompok jika ada tugas berkelompok. Dia juga memiliki kesamaan denganku. Sama-sama suka tidur dimanapun dan kapanpun dan sama-sama lemot dalam bidang ilmu hitung. Dan ujung-ujungnya, ucha dan tyan yang harus rela mengajari kami sampai mati overdosis mungkin. Karena mulutnya yang berbusa karena kami tak kunjung mengerti.
            Semester pertama kelas 9, aku dan dia sudah dekat dan lengket sekali. Kami pun sering sharing tentang masalah kami. Aku curhat ke dia dan dia dengan ikhlas memberikan saran kepadaku. Teman-teman yang lain pun juga begitu. Mereka sering meminta saran kepadanya. Karena memang semua nasehatnya selalu dapat membangkitkan kembali hati yang terpuruk.
            Tapi ada satu lagi sifatnya yang mampu membuatku penasaran. Dia misterius dan tidak bisa ditebak. Dia bagaikan bom waktu yang bisa kapan saja meledak-ledak. Dan jika sudah seperti itu, kita temannya harus mengerti dan harus memberikannya waktu sendiri.
            Dia adalah seorang yang penyayang. Dan dia tidak akan membiarkan sesuatu yang sudah disayangnya akan luka dan cacat sedikitpun. Kepada barangnya sendiri saja dia sangat teliti dan hati-hati. Jika ada bukunya yang kusut sedikit dia sudah ngambek dan bingung bagaimana caranya merapikan kembali. Kepada teman dekatnya pun dia mampu melindungi dan mengayomi bagaikan seorang ibu. Dia tak akan pernah membiarkan teman dekatnya menangis. Dan dia dengan ikhlas akan memberikan bahunya sebagai sandaran untuk menangis. Dan dia rela memberikan tangannya sebagi tissue untuk menghapus air mata teman dekatnya. Termasuk aku. Dia selalu menghiburku ketika aku telah terpuruk oleh masalahku yang terkadang hanya masalah sepele.
            Dia mampu mengayomi semua temannya. Mampu merangkul semuanya tanpa pandang bulu. Meskipun orang itu pernah menyakiti hatinya, dia tidak pernah dendam dan marah sampai berlarut-larut. Terkadang aku banyak belajar darinya dalam mengatasi masalah. Karena walaupun dia sering menjatuhkan air mata karena tak mampu membendung semua masalahnya dia mampu mengatasi semuanya dengan tawa.
            Pernah suatu waktu dia merasakan kesunyian karena sendiri. Dia butuh seseorang yang mampu mengisi relung jiwanya yang kosong. Namun kuyakinkan padanya, jika kesepian itu tidak semua karena tidak mempunyai pasangan. Dan dia mampu menerima nasehatku. Dan tak lama kemudian dia kembali tertawa dan melakukan hal kegilaan dengan aku dan muti.
            Dia jugalah orang yang paling mengerti akan perasaanku. Dan dia adalah orang yang paling care diantara kami bertujuh. Dia yang memberiku semangat dan dorongan agar aku bisa mengungkapkan perasaanku pada rasta. Walaupun itu semua tak pernah aku lakukan karena rasa maluku yang begitu besar. Tapi dia tak pernah bosan mendengar semua curhatku yang terkadang nggak penting. Dan dia lah yang meyakinkanku jika suatu saat rasta pasti akan mencintaiku. Dia juga yang memberi julukan nama gradien pada rasta. Alasannya rumus gradien adalah y/x yang artinya rasta atau y*** diatas segala-galanya bagi x atau sella. Dan memang arti dari gradien sendiri adalah suatu kemiringan garis. Dan memang orang yang aku cinta sudah agak miring otaknya karena dia suka usil, nakal, dan gila.
            Sebenarnya, jika masih belum mengenalnya dan belum memahami wataknya semua orang beranggapan dia itu orang yang angkuh, egois atau apalah. Tapi sebenarnya anggapan itu salah sama sekali. Itu hanya pendapat orang yang masih belum mengenalnya dengan baik. Karena aku sudah dua tahun bersama dengan dia dan aku sudah mulai memahami wataknya. Dan aku juga sudah tau kapan dan bagaimana dia jika sedang sedih dan senang.
            Kesimpulannya, sangat sulit mencari orang yang sebaik dia. Walaupun dia orang yang sensitive karena jika marah emosinya meledak-meledak, terkadang dia juga bisa lembut selembut hati ibu. Mungkin akan sedih hatiku jika suatu saat aku tak bersamanya lagi. Tapi aku hanya berharap kepada Tuhan agar selalu menjaganya, menyejukkan hatinya dan membahagiakan dia dimanapun dan kapanpun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for your visiting :D