Halaman

Jumat, 26 Oktober 2012

True Love Nadia & Fandy


Suara gemuruh hujan dan petir lengkap menemani kepiluan hati Fandy saat ini. Di ruang tengah tempat berkumpulnya sebuah keluarga Fandy duduk tertunduk dengan wajah pasrah dan sayu. Ia hanya mampu berkata ‘ya’ dalam sebuah rapat tak tertulis ini. Walaupun sebenarnya hatinya menyangkal tuk berkata ‘ya’. Fandy memang seorang yang kalem dan penurut. Namun dibalik hati indahnya terselubung sifat pemberontak yang ia tidak tau cara mengungkapkannya.
            “Setelah lulus SMP, kamu dan adik kamu ayah sekolahkan ke Tangerang. Dan kita sama-sama akan tinggal di sana. Karena pekerjaan ayah yang menuntut kita pindah ke sana. Untuk itu siapkan dari sekarang nilai kalian. Karena pasti akan sulit mencari sekolah yang bagus jika nilai kalian buruk.” Ujar ayah.
            “Lalu siapa yang menjaga rumah ini, ayah?” Tanya Fandy.
            “Rumah ini akan ditempati sama om dan tante kamu. Mereka yang akan menjaga rumah ini selama kita pergi. Tenang saja Fandy. Setelah pekerjaan ayah selesai, kita pasti akan langsung kembali ke sini. Lagian Tangerang kan masih termasuk wilayah Pulau Jawa. Jadi kita bisa sesekali ke sini menengok kabar saudara di Jember.” Jawab ibu dengan lembut.
            “Fandy bisa tidak sekolah di sini saja? Fandy tinggal dengan om dan tante saja.”
            “Tidak!!! Siapa yang mau menjaga kamu disini? Om dan tante kamu itu orang sibuk. Nggak ada yang ngawasin kamu di sini.” Sontak badan Fandy tersentak mendengar penuturan ayahnya yang jelas tidak bisa diganggu gugat. Fandy pun semakin tertunduk dan tanpa sadar menetes lah bulir-bulir air mata dari pelupuk matanya. “Iya ayah.” Lagi-lagi Ia harus berkata ‘ya’ untuk sebuah keputusan yang sangat bertentangan dengan isi hatinya.
*****

            Jam telah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Tapi tetap saja kedua mata Fandy tak mau menutup. Ia masih gelisah memikirkan penuturan ayahnya tadi sore. Sebenarnya hanya satu nama yang telah membuatnya ragu untuk ikut pindah ke Tangerang. Satu nama spesial yang cukup lama bernaung di hatinya. Nadia Jihan Rahmawati. Seseorang yang berhasil menyihir perasaan seorang Fandy Rasfian.
            “Aku harus segera mengutarakan perasaanku. Aku nggak mau menyesal nantinya.” Gumam Fandy. Lalu dengan sigap ia mengambil ponsel-nya dan dengan lincah ia menekan huruf-huruf yang tertera di ponsel-nya.

Nad, plg skul q tgg d dpn kls 9a
Q mw ngmg  sesuatu

Beberapa saat kemudian muncullah balasan yang ia tunggu.

Mw ngmg ap?
Iy sdh

Balasan yang singkat dan jelas ini mampu membuat Fandy kembali tenang dan ingin cepat-cepat menyegerakan tidurnya.
*****
            Pagi yang indah ini membangunkan niat Fandy untuk segera berangkat ke sekolah. Ia ingin segera mengutarakan perasaanya dan bisa pergi dari kota Jember dengan tenang. Sabtu ini memang tidak ada pelajaran di sekolahnya. Hari sabtu selalu diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan bakat siswa. Dan hari sabtu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh semua siswa SMPN3Jember. Karena pada hari ini mereka bisa bebas berekspresi tanpa harus terbebani oleh pelajaran.
            Tapi tetap saja, sabtu ini adalah hari yang paling menegangkan bagi fandy. Karena di hari ini ia harus siap menerima segala jawaban sekaligus resikonya jika ia jujur tentang perasaannya.

            Bel pulang telah berbunyi tiga kali. Murid-murid banyak yang berhamburan ke luar pintu sekolah sehingga mengakibatkan kesesakan yang parah. Di depan pintu kamar mandi pria, fandy masih berdiri dengan gelisah. Dengan ditemani sahabat setianya Lesmana.
            “Sudahlah nggak usah ragu-ragu kalau mau mengutarakan perasaan itu. Cepat samperin dan katakan apa sebenarnya perasaanmu. Kalau begini terus kapan dia mau tau. Yang ada malah penyesalan nantinya.” Bulir-bulir keringat masih berjatuhan dari kepala fandy. Badannya pun masih mengeluarkan keringat dingin. Wajahnya merah tampak menunjukkan ekspresi gugup dan tangannya gemetar. Sungguh tak biasanya ia seperti ini. Semasa masih menjalin hubungan dengan mantan-mantan pacarnya ia tak pernah segugup ini. Hanya nadia lah yang dapat membuat fandy berubah bentuk seperti ini.
            Dengan sedikit paksaan dari sahabatnya, fandy memberanikan diri menuju ke depan kelas 9a. Disana telah duduk seorang cewek berjilbab yang tengah membaca buku. Dengan ragu fandy duduk di sebelahnya walaupun agak sedikit jauh.
            “Hai!” Dengan sekuat tenaga fandy memberanikan diri untuk menyapa.
            “Hei, sudah lama?” Jawab nadia sambil tersenyum.
            “Seharusnya aku yang tanya ke kamu, sudah lama nungguin aku?”
            “Enggak kok. Baru sepuluh menit.” Mendengar jawaban nadia, fandy tersenyum dan suasana pun kembali hening. nadia dan fandy tampak berkemelut dengan pikirannya masing-masing. Walaupun nadia membaca buku namun hatinya masih bertanya-tanya kenapa fandy mengajaknya bicara. Dan apa sebenarnya yang akan dibicarakannya.
            Fandy pun begitu. Sambil memainkan jari tangannya, ia masih bingung harus memulai dari mana. Pikirannya seolah tidak sejalan dengan hatinya. Ia pun mencoba menenangkan dirinya sambil mempersiapkan dari mana ia harus bicara. Belum lagi usahanya membuahkan hasil, ponsel-nya berdering. Tanda SMS masuk.


Cepetan bro!
Km gmw kan mangsamu lepas
cm gra2 gmw mati bosan
nungguin km bk suara?
Ayo semangat!
Km pasti bsa!
          “Nadia, aku mau ngomong sesuatu.” Akhirnya fandy buka suara.
            “Iya?”
            “Aku… aku… aku… “ Bulir-bulir keringat kembali berjatuhan di pipinya. Nadia masih menunggu dengan antusias.
            “Aku… aku cinta…..eh, aku mau pindah ke Tangerang.” Lanjut fandy.
            “Kapan?” Tanya nadia.
            “Setelah lulus SMP ini. Aku sekeluarga mau pindah ke Tangerang. Karena pekerjaan ayahku yang menuntut kami harus pindah. Tapi mungkin tidak lama. Setelah pekerjaan ayahku selesai, aku akan kembali ke jember.” Sontak tubuh nadia kaku dan lemas. Seperti ada ribuan beton yang tengah menindih hatinya. Dadanya sesak dan tak mampu berkata apa-apa. Ia tidak ingin berpisah dengan fandy karena satu alasan yang tidak dapat ia ungkapkan. Ia mencintai fandy. Sangat mencintainya. Dan tidak ingin jauh ataupun berpisah dengannya. Tapi ia tidak mampu mengutarakannya karena status gender-nya yang sebagai cewek dan ia tidak mungkin memulai.
            “Oh,” Hanya kata itulah yang mampu keluar dari bibir manis itu.
            Fandy agak kecewa karena tak mampu berbicara yang sesungguhnya. Begitu pula lesmana sahabatnya. Ia memantau dari jauh dan nampak kecewa akan hasil yang dilihatnya.
            “Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi fan? Kalau hanya itu aku mau pulang.”  Nadia agak kikuk berada disamping fandy. Dan ia ingin cepat pulang untuk menenangkan pikirannya. Dan bodohnya fandy malah mengijinkan nadia pulang. Nadia pun membereskan bukunya dan pergi dengan hati bimbang.
            “Nadia…” baru selangkah berjalan, fandy memanggilnya kembali.
            “Iya?”
            “Masih ada yang ingin aku bicarakan.” Nadia pun berbalik dan kembali duduk di samping fandy. Dengan sekuat tenaga fandy memberanikan diri menatap mata indah nadia tepat di manik matanya. Tak ayal lagi bulir keringat pun berjatuhan di pipinya. Dan raut wajah fandy berubah warna menjadi merah. Namun ia tidak mau menunggu lagi. Ia ingin segera bebannya teratasi.
            “Aku… c…cc….c…iii….nta, aku s….ss….uu…ka, a..ku… sa….yyy…aa..nngg kka..mmu, nad.”
            “Apa, fan? Kamu kenapa sih? kok ngomongnya tiba-tiba gagap?”
            “Aku…aku….aku…aku cinta kamu nad. Aku suka kamu nad. Aku sayang kamu nad. Dari dulu waktu kamu datang ke kehidupan aku. Kamu yang memotivasi aku. Kamu yang membuat aku semangat nad. Aku sayang kamu nad. Lebih dari sayang, lebih dari cinta, lebih dari suka.” Mendengar pengakuan fandy yang tulus, nadia menangis. Ia tidak tahu perasaan apa yang sekarang ada di hatinya. Yang jelas perasaan senang, sedih, dan haru bercampur jadi satu. Melihat perubahan reaksi nadia, fandy jadi semakin merasa bersalah. Ia takut ucapannya telah mengusik bagian yang paling sensitif dari nadia. Dan ia paling tidak bisa melihat orang yang dicintainya menangis.
            “Nadia jangan menangis. Aduh, aku minta maaf nad jika aku telah menyinggung perasaanmu. Maafkan aku ya? Tolong jangan menangis. Aku paling tidak bisa melihatmu menangis. Aku minta maaf karena telah blak-blakan mengutarakan perasaanku. Anggap saja ucapanku yang tadi nggak pernah ada nad.”
            “Kamu nggak salah fandy. Aku menangis karena kita nggak bisa bersama lagi. Kita terpaut oleh jarak yang sangat jauh. Sebenarnya aku juga sayang sama kamu. Lebih dari sayang, lebih dari cinta, lebih dari suka. Dari dulu fandy aku simpan perasaan ini.“ mendengar jawaban nadia, fandy tersenyum bahagia.
            “Kita bisa pacaran jarak jauh kan nadia. Kita bisa berhubungan lewat ponsel dan facebook.
            “Tetap saja nggak bisa. Aku tidak diperbolehkan pacaran sekarang. Aku juga harus serius sama belajarku dulu. Tunggu aku empat tahun lagi fandy.”
           

            Sontak tubuh fandy kaku tak berdaya. Seolah ada ribuan tampar yang tengah mengikat tubuhnya. Perasaannya juga campur aduk. Antara bahagia dan sedih. Namun lagi-lagi ia harus pasrah dan harus berkata ‘ya’ pada sebuah keputusan yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Tidak apalah. Yang penting beban ini sudah berkurang. Dan aku sudah tau perasaan nadia yang sebenarnya. Setidaknya itu bisa menenangkanku. Batin fandy.
            “Jika kita ditakdirkan bersama, kita pasti akan bertemu lagi. Walaupun banyak rintangan yang berusaha menghalangi kita. Jangan pernah ragu akan kebesaran Tuhan. Aku pulang dulu ya?” nadia meninggalkan tempat dengan perasaan bahagia bercampur haru. Fandy masih termangu mencoba mencerna kejadian yang ia alami saat ini.
*****
            Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan yang sangat ditunggu-tunggu oleh siswa. Ada yang bahagia karena yakin akan lulus. Ada yang takut karena tak yakin akan lulus. Dan ada yang pingsan karena tak kuat melihat hasil yang akan diperolehnya. Tapi yang jelas hari ini adalah hari yang paling tidak fandy tunggu. Karena hari ini tepatnya nanti sore ia akan pergi meninggalkan jember. Untuk memulai hidup baru di Tangerang. Fandy sudah tidak memikirkan hasil yang ia terima nantinya. Ia hanya ingin tidak cepat-cepat berpisah dengan nadia.
            Di sudut lain, nadia pun sama seperti fandy. Tampak gelisah bukan karena hasil UAN. Melainkan gelisah karena takut berpisah dengan fandy. Nadia tau hari ini adalah hari ia harus berpisah dengan fandy. Pilu rasanya jika ia mengingat masa-masa indah dengan fandy. Masa-masa ia tertawa bersama, masa saat fandy menghiburnya di kala ia sedih. Sungguh ia rindu masa-masa itu. Dan jika nadia diberi satu permintaan sekarang, ia akan meminta untuk membalikkan waktu yang ada. Ia ingin kembali pada masa-masa dulu.
            Di depan kelas 9a, nadia dan fandy tampak bersama dalam suasana hening. Mereka ingin mengucapkan salam perpisahan.
            “Selamat ya dengan kehidupan barumu di Tangerang? Semoga bisa cepat menemukan pasangan.”
           

            “Selamat juga dengan kehidupanmu di sini. Semoga empat tahun lagi perasaanmu masih tetap sama seperti sekarang. Aku tidak akan mencari penggantimu nadia. Aku sudah yakin untuk mencintaimu. Jadi jangan pernah berpikir aku akan bersama orang lain disana. Pasanganku ada disini bukan disana.” Mendengar pengakuan fandy yang tulus, nadia tercekat. Ia tidak menyangka fandy akan begitu cinta padanya. Nadia pun hanya tersenyum menanggapinya.
*****
Tujuh tahun kemudian

            Hari ini di kusuma convention hall jakarta diadakan perkumpulan rapat para dokter se-indonesia. Atau istilahnya rapat IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Nadia datang sebagai penghibur pada acara tersebut. Ia memainkan alat musik biola untuk menghibur para dokter pada acara rapat IDI ini. Baru sebulan kemarin nadia telah diwisuda dari fakultas kedokteran UNAIR Surabaya dan resmi menjadi dokter muda sekarang.
            Dengan apik dan sempurna nadia memainkan biola kesayangannya. Ia membawakan lagu One more time yang menjadi soundtrack film 5 cm / sekon. Dengan penuh penghayatan ia memainkannya sehingga terdengar sangat indah. Para penonton terpukau oleh penampilannya. Begitu pula dokter pria muda yang duduk di bangku pojok belakang. Ia begitu terpesona melihat penampilan nadia.
            Suara riuh tepuk tangan memenuhi seluruh gedung ini. Nadia berhasil menyihir para penonton yang notabene adalah para dokter senior yang telah berpengalaman. Ini kali pertamanya ia mengikuti rapat IDI. Sehingga nadia agak gugup untuk menampilkan permainan biolanya.
            Tepat pukul 16.00 WIB rapat IDI selesai. Selama 7 jam rapat IDI berlangsung membuat nadia lelah dan gerah. Ia ingin segera pulang dan cepat-cepat membasahi tubuhnya. Di depan pintu utama hall nadia disalami oleh para dokter yang terpukau dengan penampilannya tadi.
           

            “Dokter, selamat ya. Sungguh saya terpukau dengan penampilan anda tadi. Penampilan anda sangat bagus. Anda juga sangat menghayati. Apa lagu itu mempunyai arti yang dalam bagi dokter?” nadia hanya tersenyum malu-malu menanggapinya. Karena memang benar. Lagu yang ia nyanyikan mempunyai arti yang dalam baginya. Lagu itu mengingatkannya pada seseorang yang sangat ingin ia temui dari dulu.
            “Selamat ya dokter nadia. Ternyata kamu masih sama seperti dulu. Kamu masih sangat mempesona.” Nadia tercengang melihat orang yang menyalaminya. Orang itu adalah orang yang telah lama ia tunggu. Ia juga sama memakai jas putih yang didalamnya memakai hem panjang bergaris warna biru. Dan rambutnya masih sama seperti dulu. Masih licin dan rapi. Walaupun terkesan awut-awutan. Wajahnya mencerminkan wajah seorang yang berpikir. Ia sangat tampan. Matanya sangat indah walaupun memakai kacamata. Orang itu adalah Fandy Rasfian. Cinta pertamanya pada saat SMP.
            “Kenapa bengong? Kaget ya ngelihat aku? Ikut aku yuk.” Fandy menggandeng tangan nadia dan mengajaknya ke suatu tempat.
            “Kamu kok bisa disini fan?”
            “Pertanyaanmu aneh deh. Aku disini ya karena aku seorang dokter. Kalau bukan dokter aku nggak akan disini kan. Lagian Biasanya orang yang udah lama nggak ketemu itu pasti akan tanya kabar.” Nadia terkesiap mendengar komentar fandy. Sungguh ia sangat gugup  tadi sehingga tidak tau akan bicara apa.
            “Oh ya apa kabar?”
            “Kabar aku ya seperti sekarang ini. Apalagi setelah ketemu sama kamu. Kabar aku jadi tambah baik. Gimana? Udah bersuami?” Tanya fandy langsung. Sehingga membuat jantung nadia berdetak lebih cepat.
            “Belum.”
            “Kalau calon suami?”
            “Belum juga. Belum ada yang cocok. Kalau kamu sudah punya istri?” Cukup lama fandy berpikir. Raut wajah yang tadi tenang kini menjadi tegang. Tapi tak seperti dulu. Tak terlihat buliran keringat mengalir dipipinya. Hanya raut wajahnya yang menyimpulkan sarat bingung.
           

            “Untuk istri, aku belum menikah. Tapi kalau calon aku sudah punya.” Jantung nadia berdetak makin cepat. Perasaan hancur semasa SMP dulu kembali terjadi hari ini. Namun sekarang seolah terasa ratusan ribu beton menindih hatinya. Dan sejuta tampar mengikat tubuhnya. Ia tak mampu bicara. Ia ingin menangis, tapi tak bisa.
            “Siapa?”
            “Seorang dokter muda.”
            “Oh. Selamat ya? Semoga kalian bahagia. Dan langgeng. Kalau begitu aku pergi dulu.” Dengan langkah gontai nadia pergi meninggalkan taman hall. Namun fandy berhasil mencegatnya.
            “Nadia…..”
            “…. Untuk kedua kalinya, bolehkah aku menitipkan hatiku ini padamu? Maukah kau menjadi pendamping hidupku?” nadia terkesiap. Ia tidak mampu berkata-kata. Ia mengira fandy hanya bercanda. Tapi tampaknya tak mungkin. Melihat raut wajah fandy yang sangat serius.
            “Kamulah calon pendamping hidupku nadia.” Fandy tersenyum tulus.
            “Kamu mengerjaiku ya? Kamu bilang kamu sudah punya pendamping. Sialan!” nadia menimpuk fandy dengan tas prada ungu-nya. Fandy pun berusaha menghindar. Tak ayal lagi, adegan kejar-kejaran pun tak terelakkan. Mereka berdua sampai menjadi tontonan banyak para dokter.

JJselesaiJJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thank you for your visiting :D